Dinilai Tidak Memberikan Manfaat

Website Desa Sungai Junjangan Diduga Menjadi ladang Praktik Korupsi, Gratifikasi Dan Mark-Up Anggaran

Website Desa Sungai Junjangan  Diduga Menjadi ladang Praktik Korupsi, Gratifikasi Dan Mark-Up Anggaran

SUNGAI JUNJANGAN —Proyek pengadaan dan pengelolaan website Desa Sungai Junjangan, Kecamatan Batang Tuaka, Kabupaten Indragiri Hilir, kembali menjadi sorotan warga. Alih-alih menjadi sarana digitalisasi pelayanan publik, website Desa tersebut justru dinilai tidak memberikan manfaat, dan diduga menjadi ladang praktik korupsi, gratifikasi, serta mark-up anggaran. 

Website desa yang awalnya digembar-gemborkan sebagai inovasi transparansi dan efisiensi pelayanan publik, kini malah dipertanyakan keberadaannya. Tidak hanya tidak aktif, situs tersebut juga kosong dari konten maupun laporan kegiatan desa. 

“Katanya setiap kegiatan desa akan dipublikasikan di website, tapi nyatanya tidak ada. Coba saja buka websitenya, isinya kosong, tidak ada kabar desa, tidak ada laporan kegiatan,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. 

Warga juga menyoroti kegiatan pelatihan pengelolaan website dan input data desa yang digelar di Hotel Harmona Inn, Tembilahan, pada tahun 2023. Kegiatan tersebut disebut-sebut menyedot anggaran besar, namun hasilnya nihil. Hingga kini, website tetap tidak aktif dan tidak menyajikan informasi publik seperti yang dijanjikan. 

“Kami tidak tahu berapa dana yang dihabiskan untuk website itu. Katanya ada anggaran perawatan tiap tahun, tapi hasilnya nol besar,” tambah warga lainnya. 

Selain tidak transparan, program Desa ini juga diduga sarat dengan praktik penggelembungan anggaran. Warga menduga bahwa dana desa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. 

“Kepala desa malah jarang di tempat. Sekarang tinggalnya sudah di Tembilahan. Kami sebagai warga merasa ditipu,” ujar warga lainnya dengan nada kecewa. 

Padahal, menurut catatan anggaran, Desa Sungai Junjangan mendapatkan alokasi dana desa dalam jumlah besar untuk tahun anggaran 2024. Angagran dicairkan dalam 3 tahap. Tahap pertama Rp 431.620.800, tahap kedua  Rp 308.151.000
dan tahap 3 Rp 739.771.800 

Namun, hingga pertengahan 2024, tidak terlihat ada kegiatan desa yang dipublikasikan melalui website. Warga pun mulai mencurigai adanya penyalahgunaan dana untuk kepentingan di luar kepentingan desa. 

“Jangan-jangan dana itu dipakai buat bisnis pribadi Pak Kades. Sekarang rumahnya di Tembilahan, mana tahu dia usaha apa di sana,” lanjut warga yang mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah desa. 

Tak hanya website, warga juga mempertanyakan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BumDes) yang dinilai tidak transparan. Mereka mengaku tidak pernah dilibatkan dalam rapat maupun sosialisasi program. 

“Kami tidak pernah diajak rapat soal BumDes. Kegiatan usahanya tidak jelas, bahkan ada yang bilang desa punya usaha TV kabel, tapi tidak ada izinnya,” ucap warga lainnya. 

Layanan Wi-Fi desa dan usaha TV kabel yang disebut-sebut dijalankan BumDes juga menuai pertanyaan soal legalitas dan kontribusinya terhadap peningkatan ekonomi desa. 

Masyarakat kini mendesak aparat penegak hukum dan inspektorat daerah untuk segera melakukan audit serta investigasi terhadap penggunaan dana desa, terutama yang dialokasikan untuk program proyek digitalisasi. 

“Kami cuma ingin tahu, sebenarnya untuk apa website desa itu dibuat? Kalau hanya untuk buang-buang uang, lebih baik dialihkan ke kebutuhan warga yang nyata,” pungkas warga. 

Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Sungai Junjangan, Haryadi, melalui pesan WhatsApp pribadi hingga berita ini diterbitkan belum mendapatkan tanggapan. Tim media masih menunggu klarifikasi resmi dari Haryadi selaku pengguna anggaran Dana Desa Sungai Junjangan. (Mus)

Berita Lainnya

Index